Chapter 1 Vol 1 Ura Gyaru-chan no Adobaisu wa 100-Pāsento Ataru. "Datte Kimi no Suki na Seijo-sama, watashi no Koto Dakara ne."

 Chapter 1 


PoV

 Tsuchiya Bunta


Seperti yang kuduga, bagi tubuhku yang lemah, menonton anime tengah malam secara langsung dan langsung dilanjutkan dengan mengantar koran adalah beban yang terlalu berat...!

Di saat-saat seperti ini, aku butuh sang gadis suci! Melihat sang gadis suci sebentar saja pasti bisa mengembalikan stamina!

Setelah itu, aku bisa tidur sebentar dan semoga bisa bertahan sepanjang hari ini.

Padahal adikku sudah memperingatkanku, “Kakak sebaiknya jangan memaksakan diri karena tubuh kakak lemah.” Tapi aku malah mengorbankan waktu tidurku demi menonton anime.

Kebodohan, benar-benar kebodohan. Sama sekali tak ada rencana. Padahal tubuhku juga tidak kuat.

Baiklah, mungkin ini saat yang tepat untuk mengenalkan sedikit tentang diriku. Mungkin saja ada makhluk hidup yang sedang mengamatiku dari luar dunia ini.

Namaku Tsuchiya Bunta, tujuh belas tahun. Seorang murid SMA biasa. Jika harus mendeskripsikan diriku dengan satu kata? Orang biasa.

──Sekian!

Kalau ada pengamat di luar sana, kuberitahukan dari awal ya.

Mengintip hidupku tidak akan menarik! Karena tidak ada yang terjadi.

Berbeda dengan diriku yang tak memiliki hal istimewa untuk dibicarakan, sang gadis suci tidak pernah kehabisan topik.

Tentang diriku sendiri, sungguh, tidak ada lagi yang bisa kuceritakan.

Baiklah, kembali ke topik.

Pertemuan kami terjadi enam bulan yang lalu. Semua bermula saat aku mulai bekerja sebagai pengantar koran, yang membuatku harus berangkat lebih pagi dengan kereta sekolah.

Reaksi saat pertama kali melihatnya? Kupikir seorang malaikat telah turun dari langit, serius!

Aku bahkan percaya aku benar-benar telah menaiki kereta menuju surga!

Rasanya bahagia luar biasa hanya dengan melihatnya. Penampilannya sampai membuatku ingin bertanya, “Apakah dia benar-benar manusia?” Ini seperti kekuatan keindahan yang dahsyat.

Bisa dibilang, alasan aku masih melanjutkan pekerjaan mengantar koran, yang awalnya hanya untuk mendapatkan uang, adalah demi melihat sang gadis suci.

Orang-orang zaman dulu memang meninggalkan kata-kata yang bijak.

“Bangun pagi membawa keberuntungan.”

Jika ini adalah cerita dalam dunia otaku yang kuanuti, ini pasti momen di mana aku dan sang gadis suci bertemu seperti dalam kisah “boy meets girl”… tapi sayangnya, aku adalah seorang realistis.

Aku tahu cara membedakan antara kenyataan dan khayalan.

Karena itu, aku berusaha keras hanya menangkap kehadirannya di sudut pandanganku, tidak lebih.

Bagaimanapun, dia adalah orang asing, dan jika seorang gadis terus-menerus diperhatikan oleh pria yang tak dikenalnya, tentu dia akan merasa takut dan tidak nyaman.

Jadi, hari ini pun, aku naik kereta dan mencoba memasukkan sang gadis suci ke dalam pandanganku secara diam-diam.

…Tapi… apa…!? Hari ini, sang gadis suci tidak ada!? Tidak mungkin!

Aku pura-pura mencari tempat duduk kosong, agar tak terlihat mencurigakan.

Kulemparkan pandanganku dengan hati-hati, teknik yang hampir melanggar aturan dan kupelajari selama enam bulan ini.

Apakah Tuhan telah meninggalkanku? Betapa kejamnya takdir ini!

Tuhan telah merampas kebahagiaan kecil dan kesenanganku yang sederhana sebagai pria yang biasa-biasa saja. Tindakan Tuhan yang tak terampuni!

Tidak bisa melihat sang gadis suci. Ketika aku menyadari fakta itu, aku merasa pusing. Anemia. Pasti ini karena kelelahan setelah menonton siaran langsung dan mengantar koran. Lemah sekali...!

Aku melangkah dengan goyah, menemukan tempat duduk kosong, dan duduk sembarangan.

Aku tertunduk lesu, seolah-olah telah terbakar habis tanpa sisa.

“Kamu kelihatan sangat kecewa. Apa kamu tidak bertemu dengan seseorang yang ingin kamu temui?”

“Iya. Karena malaikatku yang manis tidak ada── hmm!?!?!?”

Karena dia berbicara dengan begitu alami, aku tanpa sadar menjawab dengan lancar. Tanpa berpikir panjang, kata-kata itu keluar begitu saja.

Di saat berikutnya, aku sadar seseorang sedang berbicara denganku, dan aroma lembut mengalun di udara.

Aroma itu langsung ditangkap oleh otakku sebagai aroma manis khas seorang gadis.

Mengapa aku, yang sama sekali tak pernah dekat dengan perempuan, bisa memiliki ingatan seperti itu? Tentu saja, informasi dari panca indra ini aku dapatkan dari adikku.

Lalu, aku merasakan kursi sedikit tenggelam dan terdengar suara berderit.

Dengan perasaan was-was, aku mengarahkan pandanganku ke sumber kehadiran itu, dan di sana...

...bukan sang gadis suci,

Melainkan seorang gal yang sama sekali tidak mirip dengannya sedang duduk di situ.



Rambut pirang lurus berkilau yang panjangnya sampai ke pinggang. Seragam sekolahnya dikenakan dengan gaya ala oiran, dan rok pendeknya memperlihatkan pahanya dengan berani.

Dia menyilangkan kakinya yang panjang, menciptakan pemandangan yang... mengganggu (kehilangan kosa kata, intinya hampir terlihat).

Meski riasannya tidak mencolok, kecantikannya tetap terpancar dengan sempurna, dan detailnya bahkan terlihat sampai ke ujung jarinya. Kukunya pun terawat dengan baik.

Penampilannya dan caranya berpakaian menunjukkan bahwa dia tidak menerima kompromi sedikit pun.

Jika sang gadis suci memiliki kesan “menyejukkan,” gadis di depanku ini adalah “duri.”

Seorang gal cantik yang tampaknya tidak akan pernah berhubungan dengan orang introvert sepertiku.

Instingku berbunyi keras memperingatkan bahaya.

“Bunga yang indah punya duri,” dan “honey trap” adalah kata-kata yang tiba-tiba berkelebat di pikiranku.

“Eh? U-um, siapa kamu!?”

Karena itu, suara kagetku pun keluar tanpa sadar.

B-benarkah hal seperti ini bisa terjadi?

“Senang bertemu denganmu. Boleh minta waktunya sebentar? Ada sesuatu yang ingin kutanyakan.”

“Apakah ini pemerasan!?”

“...Hee. Aku terlihat seperti wanita yang begitu, ya.”

“Kalau soal uang, aku tidak punya!”

“Dasar! Haruskah aku benar-benar merampasnya darimu?”

“Hii!”

“...Tidak, jelas-jelas aku hanya bercanda. Jangan takut begitu. Boleh aku langsung ke intinya? Hei, Otaku-kun, kamu selalu memperhatikan murid perempuan di kereta ini, ya. Apa maksudmu?”

Tatapan tajamnya membuat jantungku berdebar. Aku bisa merasakan dia sedang berusaha menilai diriku.

Gal itu menakutkan!

Rasa takut membuatku nyaris gemetar. Dalam situasi seperti ini, biasanya pikiranku akan kosong.

Namun, kata-katanya sangat ampuh untuk menarikku kembali ke kenyataan.

Tidak mungkin aku bisa mengabaikannya!

──kamu selalu memperhatikan murid perempuan di kereta ini, ya?

K-ke... ketahuan...!?

Jadi, apa aku ketahuan karena selalu mengamati sang gadis suci dari sudut pandanganku!?

Tapi tunggu, aku tidak melakukan hal yang mencurigakan. Memang benar aku melihatnya, tapi aku selalu berusaha untuk menjaga jarak sebaik mungkin.

Setidaknya, aku merasa sudah berusaha untuk tidak terlihat seperti orang aneh atau mesum.

Lagipula, bagaimana bisa seorang gadis asing tiba-tiba mengkonfrontasiku seperti ini!?

Apa yang sebenarnya terjadi padaku!?

Dengan kata-kata yang terputus akibat bencana (?), aku memilih kata-kata dengan hati-hati.

“Yang kamu maksud dengan murid perempuan itu...”

“Apakah kamu tidak bisa melihat ini?”

Saat dia menyuruhku melihat, aku memperhatikan dan melihat seragam yang sangat familiar.

“Jangan-jangan itu seragam…”

“Benar. Aku teman anak itu. Sebenarnya dia sudah menceritakannya kepadaku karena merasa ada yang memperhatikannya.”

Begitu aku mendengar itu, seketika darahku mengalir keluar dari seluruh tubuhku.

Meskipun masih banyak hal yang belum aku pahami, rasanya seperti titik-titik yang mulai terhubung menjadi garis.

Dia merasa… diperhatikan…?

Jadi, itu berarti aku telah membuatnya merasa cemas dan takut…?

Itu adalah── sesuatu yang tidak kusadari. Tidak, itu adalah sesuatu yang “tidak seharusnya” terjadi.

Sang gadis suci bagiku adalah orang yang sangat berharga. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dia memberiku energi untuk menjalani hari-hariku dengan bahagia, sumber hidupku.

Jika aku telah membuatnya merasa tidak nyaman, itu seperti mengkhianati budi baiknya.

──Tidak mungkin ada alasan yang bisa membenarkan perbuatanku.

Karena itu, aku harus menatap matanya dengan serius dan meminta maaf dengan sepenuh hati kepada sang gadis suci yang mungkin ada di baliknya.

“Maafkan aku.”

“……Huh, jadi kamu mengaku begitu saja. Ya, wajar sih, dia terlihat ramah kepada siapa saja, jadi tidak heran kalau kamu membayangkan bisa akrab dengannya.”

“Tunggu sebentar! Memang benar aku mengamatinya. Itu kuterima. Tapi aku tidak melihatnya dengan niat buruk!”

“Menatap seorang gadis dan mengaku tidak memiliki perasaan adalah alasan yang sulit diterima, kan?”

“Ugh…! Memang benar, tapi ini berbeda. Sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata, tapi bagiku, dia adalah── sang gadis suci!”

“Tidak, kalau kamu diam-diam memanggilnya sang fadis suci, itu sudah bahaya!”

Ahhh! Benar-benar! Itu adalah kesalahan besar, bukan!? Dengan cepat aku berusaha memperbaikinya──,

“Aku mengakui bahwa aku adalah otaku yang aneh. Tapi, aku sama sekali bukan orang yang berbahaya! Sederhananya, aku hanya merasa terhibur!”

“Tenang, tenang. Santai saja.”

Kalau aku berpikir jernih, aku tahu bahwa pernyataan ini hanya terdengar seperti alasan yang menyedihkan, tapi saat itu aku sangat merasa bersalah karena telah disalahpahami oleh orang yang kuhormati.

Karena itu, aku berjuang mati-matian untuk memohon penjelasan.

“Aku benar-benar tidak bermaksud membuatnya merasa cemas atau takut. Jadi, aku ingin minta maaf. Aku sungguh-sungguh minta maaf.”

Ah, aku mengerti. Ini benar-benar menyakitkan.

Bagiku, sang gadis suci adalah sosok yang memberiku semangat. Dia adalah orang yang telah membantuku. Menyakitinya seperti ini adalah rasa sakit yang belum pernah aku alami sebelumnya.

“Apakah kamu tidak mengincar dia sebagai lawan jenis?”

“Tidak.”

“Jawaban secepat itu juga bikin kesal ya…”

“Eh, maaf, apa maksudmu…?”

“Bukan apa-apa, ini urusanku.”

Mungkin setelah ini, aku tidak akan pernah bertemu sang gadis suci lagi, tapi dari sudut pandangnya, pasti ada perasaan tidak nyaman dan khawatir kalau-kalau aku akan terus mengikutinya.

Jika dengan menunjukkan sikap penyesalan yang tulus di sini aku bisa sedikit mengurangi rasa takutnya, itu sudah cukup bagiku.

“Apakah kamu tipe yang puas hanya dengan melihat dari jauh, seperti orang yang melakukan puasa? Ini pertama kalinya aku melihatnya. Ternyata ada yang seperti itu.”

“Uh, kamu tidak menganggapku semacam makhluk langka seperti Tsuchinoko, kan?”

“Hah? Ya tidak, lah.”

“Benar juga, itu sebabnya──”

“Kalau Tsuchinoko kan hadiahnya milyaran. Sementara kamu, Otaku-kun, mungkin cuma sekitar lima puluh yen?”

“Itu terlalu rendah nilainya, bukan!?”

Oh, tidak. Aku refleks membalas perkataannya──,

“──Hmm. Kamu bisa bereaksi seperti itu. Ya. Kurasa tidak buruk.”

“Eh?”

“Otaku-kun, kamu salah paham. Sejak awal, aku tidak pernah bilang kalau Omote-chan merasa cemas atau takut.”

“Omote-chan?”

“Ah, itu nama panggilanku untuk sahabatku. Gadis yang kamu panggil sang gadis suci.”

“Jadi, maksudmu dia tidak merasa cemas atau takut?”

“Lihat, dia itu punya penampilan yang benar-benar mencolok banget, bukan?”

“Iya.”

“Ah, kamu mengakuinya juga, ya? Ternyata ada niat tersembunyi, kan?”

Dia menatapku dengan pandangan tajam.

“Aku sudah bilang berkali-kali, aku hanya──”

“──merasa terhibur, iya kan? Aku sudah mengerti. Yang mau kukatakan adalah, dengan penampilan yang menarik perhatian seperti itu, tentu saja akan ada orang-orang dengan niat buruk yang tertarik.”

“Niat buruk…”

Ugh...! Meskipun dia tidak bilang “seperti kamu,” rasanya cukup menusuk.

Kupikir aku sudah terbiasa mendengarnya dari adikku, tapi ketika mendengarnya dari orang lain, rasanya beda juga.

“Pokoknya, ada banyak pria yang salah paham, mengira mereka punya kesempatan. Makanya kali ini aku datang untuk memeriksa. Menghilangkan rasa cemas adalah tugasku sebagai sahabatnya.”

Jadi begitu. Aku mulai memahami hubungan mereka.

Jika sang gadis suci memiliki kepribadian lembut seperti penampilannya, mungkin memang tidak aneh jika ada pria yang tetap terobsesi padanya meskipun mereka tidak memiliki hubungan dekat.

Di sisi lain, gadis di depanku ini memiliki sikap dan ucapan yang sangat tegas.

Dengan gaya khas seorang gal yang berani dan menantang, jika dia mengatakan “berhenti karena mengganggu,” itu sudah cukup untuk membuat seorang otaku sepertiku menjauh. Terbukti, efeknya sangat terasa.

“Sejujurnya, aku mendengar dari dia bahwa ‘ada yang berbeda dari tatapan yang selalu diarahkan kepadaku.’”

Tatapan yang dipenuhi ketertarikan sebagai lawan jenis tentu terasa berbeda dari tatapan untuk mencari kenyamanan atau hiburan. Apalagi jika seorang gadis memiliki intuisi yang tajam.

Mungkin, itulah satu-satunya alasan aku berhasil lolos dari dianggap sebagai penguntit.

“Kamu mengakui semuanya tanpa beralasan yang aneh-aneh. Dari ketulusan dan kesungguhanmu, tidak terlihat kamu sedang berbohong… Oke, interogasinya selesai. Mungkin tidak nyaman buatmu, tapi aku harap kamu mengerti alasanku melakukan ini.”

Setelah mengatakan itu, dia berdiri dengan gerakan yang lincah, tepat saat pengumuman kedatangan di stasiun berbunyi.

Ah, ini stasiun yang sama tempat sang gadis suci turun. Apa mereka teman sekelas?

Tidak, yang lebih penting sekarang adalah…!

“Eh, aku tidak akan diberi hukuman apa pun? Seperti dilarang muncul di hadapan sang gadis suci lagi, atau diminta mengganti waktu atau gerbong kereta?”

“Karena kamu tidak punya maksud buruk, kan?”

“Itu aku bersumpah.”

“Kalau begitu, aku tidak punya alasan untuk memaksamu. Bukankah seharusnya kamu melakukan apa pun yang kamu mau?”

Eh, eh?

Saat melihat kebingunganku, dia langsung berkata begitu pintu kereta terbuka,

“Aku akan bilang ke Omote-chan satu hal saja. Bahwa sepertinya kamu bukan orang yang berbahaya. Jadi, keputusan selanjutnya terserah kamu, Otaku-kun. Sampai jumpa.”

“Um! Bolehkah aku tahu siapa namamu?”

“Ah… namaku Urakawa, kurasa. Tapi, kamu tidak perlu ingat namaku kalau tidak mau.”

Dengan santai melambaikan tangan, Urakawa-san turun dari kereta seperti tidak terjadi apa-apa.

Sebaliknya, aku merasa seperti baru saja tertimpa bencana alam.

Eeerr, jadi maksudnya apa, ya? Bisa dibilang aku lolos dari masalah ini? Seperti seorang terdakwa yang tidak berbahaya bagi siapa pun, dan karenanya dinyatakan tidak bersalah?

Artinya, aku bisa melanjutkan kebahagiaan kecilku sehari-hari—sekadar melihat sang gadis suci, kan?

Ah, tidak, tidak. Otakku tidak bisa bekerja lagi. Dan yang paling parah, sisa-sisa ketegangan ini benar-benar tidak baik bagi jantungku.

Keletihan fisik dari pekerjaan mengantar koran, ditambah lelah mental setelah “wawancara” oleh Urakawa-san.

Sekarang semuanya terasa menyerang sekaligus.

Sebentar lagi sampai di stasiun terdekat sekolah, tapi mungkin aku perlu tidur sebentar.

Seperti yang sudah terbayangkan sebelumnya, aku benar-benar ketiduran sampai ke stasiun akhir, dan akhirnya terlambat besar-besaran—terlalu bisa ditebak!


PoV

Omotegawa Yui


Berkat pendidikan elite, aku tumbuh menjadi seseorang yang unggul dalam akademik maupun olahraga.

Berkat kecantikan ibuku, penampilanku pun tidak buruk.

Satu-satunya kelemahanku yang bisa dibilang hanya soal susah bangun pagi.

Mungkin terdengar menyebalkan, tapi kurasa ini bukanlah berlebihan jika dinilai secara objektif.

Hidup sebagai putri keluarga Omotegawa Group memang merupakan bagian dari diriku.

Akan tetapi, jika dibilang status itu tidak membawa beban tanggung jawab pada kata-kata dan tindakanku, itu jelas kebohongan.

Jujur saja, aku terkadang merindukan obrolan dan kehidupan yang lebih ramah-tamah, sesuai usiaku.

Bahkan aku sudah tidak ingat kapan terakhir kali aku mengobrol tanpa memikirkan apapun dan hanya menikmati percakapan, kecuali dengan keluarga sendiri.

Alasanku, yang biasanya hidup sebagai putri keluarga, memutuskan untuk menilai seorang murid laki-laki — si Otaku-kun yang sering satu kereta denganku — dalam wujudku yang lain, yakni sebagai “Ura,” ada dua.

Pertama, karena itu lebih diharapkan dari posisiku.

Sebagai seorang putri keluarga, tindakan sembrono sangat terlarang. Kita tidak pernah tahu kapan dan di mana orang akan melihat atau mendengar sesuatu.

Jika aku mendekati lawan jenis dengan wajah “Omotegawa” dan sampai tersebar rumor di sekolah — itu jelas akan membawa masalah besar.

Dalam wujud orang lain sepenuhnya, aku tidak akan memicu kesalahpahaman yang tidak perlu.

Kedua, karena aku bosan. Ya, intinya, mungkin aku sedang mencari sedikit hiburan.

Sebagai putri keluarga, hampir sepanjang hari, bahkan sepanjang tahun, aku menjalani hidupku dalam peran itu. Dan satu-satunya orang yang bisa kuajak bicara dengan bebas hanyalah pendamping yang lebih tua, dan itu pun sesama wanita.

Wujud “Omotegawa Yui” versi “Ura” — dengan penampilan ala gal — sangat berlawanan dengan mode sebagai putri keluarga.

Kupikir, tidak ada yang akan mengira aku adalah orang yang sama, tingkat penyamarannya sempurna. Ya, ini sempurna. Oke, penampilan seperti ini sepertinya seru juga.

Persiapannya sudah sempurna. Nah, saatnya mulai menyelidik.

Dari dekat pintu kereta yang bersebelahan, aku mengintip ke arahnya.

Si Otaku-kun... oh, ada di sana. Haha, dia sedang mencari-cari.

Sayangnya, targetnya ada di gerbong yang berbeda.

Begitu dia duduk, aku akan langsung memastikan niat aslinya... eh, kenapa dia kelihatan sedih sekali!?

Wajahnya seperti kiamat sudah tiba! Hanya karena tidak bisa bertemu, dia sampai segitunya!?

Kalau diinginkan sampai seperti itu, rasanya jadi sedikit senang juga.

“Kamu kelihatan sangat kecewa. Apa kamu tidak bertemu dengan seseorang yang ingin kamu temui?”

“Iya. Karena malaikatku yang manis tidak ada── hmm!?!?!? Eh? U-um, siapa kamu!?”

Malaikatku!?

Eh, apa-apaan panggilan itu! Tenang, ini aku...! Dari reaksinya, identitasku belum ketahuan.

Haha, “siapa kamu” katanya. Dia sama sekali tidak curiga kalau aku ini perempuan yang dia lihat setiap pagi.

“Senang bertemu denganmu. Boleh minta waktunya sebentar? Ada sesuatu yang ingin kutanyakan.”

“Apakah ini pemerasan!?”

Bukan, dong! Eh, jangan-jangan dia pikir aku preman!?

Penampilan 【Versi Ura】ku terlalu sangar, ya? Padahal cuma gaya gal biasa, kok?

“...Hee. Aku terlihat seperti wanita yang begitu, ya.”

“Kalau soal uang, aku tidak punya!”

“Dasar! Haruskah aku benar-benar merampasnya darimu?”

“Hii!”

“...Tidak, jelas-jelas aku hanya bercanda. Jangan takut begitu. Boleh aku langsung ke intinya? Hei, Otaku-kun, kamu selalu memperhatikan murid perempuan di kereta ini, ya. Apa maksudmu?”

Aku mengamati dengan tajam untuk menilai dirinya.

“Yang kamu maksud dengan murid perempuan itu...”

“Apakah kamu tidak bisa melihat ini?”

“Jangan-jangan itu seragam...”

“Benar. Aku teman anak itu. Sebenarnya dia sudah menceritakannya kepadaku karena merasa ada yang memperhatikannya.”

Sepertinya dia sudah bisa memahami situasinya.

Sekarang, mari kita lihat apakah ini akan berakhir baik atau buruk.

“Maafkan aku.”

Langsung minta maaf!? Kupikir dia akan sedikit berusaha membela diri demi melindungi dirinya sendiri!

Tanpa alasan yang dibuat-buat, ya.

Tidak terlihat seperti akting, dan tampaknya dia baik hati? Sepertinya dia bukan orang berbahaya...

“……Hmm, jadi kamu mengaku begitu saja. Ya, wajar sih, dia terlihat ramah kepada siapa saja, jadi tidak heran kalau kamu membayangkan bisa akrab dengannya.”

“Tunggu sebentar! Memang benar aku mengamatinya. Itu kuterima. Tapi aku tidak melihatnya dengan niat buruk!”

“Menatap seorang gadis dan mengaku tidak memiliki perasaan adalah alasan yang sulit diterima, kan?”

“Ugh…! Memang benar, tapi ini berbeda. Sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata, tapi bagiku, dia adalah── sang gadis suci!”

E-ehhhhh...? Gadis suci!?!? Jadi maksudnya, dia melihatku bukan sebagai lawan jenis, tapi sebagai sosok yang membawa kedamaian?

“Tidak, kalau kamu diam-diam memanggilnya sang gadis suci, itu sudah bahaya!”

“Aku mengakui bahwa aku adalah otaku yang aneh. Tapi, aku sama sekali bukan orang yang berbahaya! Sederhananya, aku hanya merasa terhibur!”

“Tenang, tenang. Santai saja.”

Reaksi yang ditunjukkan oleh si Otaku-kun terhadap penyelidikanku adalah permohonan yang putus asa.

Reaksi itu memiliki intensitas yang membuatku merasa malu hanya dengan melihatnya. Ya, aku yakin. Dia serius.

“Aku benar-benar tidak bermaksud membuatnya merasa cemas atau takut. Jadi, aku ingin minta maaf. Aku sungguh-sungguh minta maaf.”

“Apakah kamu tidak mengincar dia sebagai lawan jenis?”

“Tidak.”

“Jawaban secepat itu juga bikin kesal ya…”

“Eh, maaf, apa maksudmu…?”

“Bukan apa-apa, ini urusanku.”

Mendapatkan perhatian dari lawan jenis yang bahkan tidak bisa disebut kenalan memang membuat jengkel, tapi menjawab langsung dan tegas itu cukup rumit.

Rasanya seperti dikatakan bahwa aku tidak memiliki daya tarik sebagai seorang wanita, jadi itu agak menyebalkan.

Tapi, rasanya agak menyegarkan jika tidak diperlakukan oleh lawan jenis dengan niat untuk menjalin hubungan romantis.

“Apakah kamu tipe yang puas hanya dengan melihat dari jauh, seperti orang yang melakukan puasa? Ini pertama kalinya aku melihatnya. Ternyata ada yang seperti itu.”

“Um, kamu tidak menganggapku semacam makhluk langka seperti Tsuchinoko, kan?”

“Hah? Ya tidak, lah.”

“Benar juga, itu sebabnya──”

“Kalau Tsuchinoko kan hadiahnya milyaran. Sementara kamu, Otaku-kun, mungkin cuma sekitar lima puluh yen?”

“Itu terlalu rendah (nilainya), bukan!?”

Oh, bagus juga. Apa-apaan, kamu bisa memberikan tanggapan juga? Ini nilai plus banget buatku.

“──Hmm. Kamu bisa bereaksi seperti itu. Ya. Kurasa tidak buruk.”

“Otaku-kun, kamu salah paham. Sejak awal, aku tidak pernah bilang kalau Omote-chan merasa cemas atau takut.”

“Omote-chan?”

“Ah, itu nama panggilanku untuk sahabatku. Gadis yang kamu panggil sang gadis suci.”

“Jadi, maksudmu dia tidak merasa cemas atau takut?”

“Lihat, dia itu punya penampilan yang benar-benar mencolok banget, bukan?”

“Iya.”

“Ah, kamu mengakuinya juga, ya? Ternyata ada niat tersembunyi, kan?”

“Aku sudah bilang berkali-kali, aku hanya──”

“──merasa terhibur, iya kan? Aku sudah mengerti. Yang mau kukatakan adalah, dengan penampilan yang menarik perhatian seperti itu, tentu saja akan ada orang-orang dengan niat jahat yang tertarik.”

“Niat jahat…”

“Pokoknya, ada banyak pria yang salah paham, mengira mereka punya kesempatan. Makanya kali ini aku datang untuk memeriksa. Menghilangkan rasa cemas adalah tugasku sebagai sahabatnya.”

Aku melirik ke arah Otaku-kun. Melihat ekspresinya, dia tampak sangat serius.

Dia tampak sepenuhnya percaya pada kata-kataku tanpa ragu. Sungguh mudah terbaca, benar-benar.

“Kamu mengakui semuanya tanpa beralasan yang aneh-aneh. Dari ketulusan dan kesungguhanmu, tidak terlihat kamu sedang berbohong… Oke, interogasinya selesai. Mungkin tidak nyaman buatmu, tapi aku harap kamu mengerti alasanku melakukan ini.”

Meskipun ada alasan yang sah, itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Maafkan aku untuk itu. Sebagai gantinya──、

“Eh, aku tidak akan diberi hukuman apa pun? Seperti dilarang muncul di hadapan sang gadis suci lagi, atau diminta mengganti waktu atau gerbong kereta?”

“Karena kamu tidak punya maksud buruk, kan?”

“Itu aku bersumpah.”

“Kalau begitu, aku tidak punya alasan untuk memaksamu. Bukankah seharusnya kamu melakukan apa pun yang kamu mau?”

Haha. “Eh, eh?” Sepertinya aku bisa mendengar suara hatinya.

Menjadi gadis suci juga tidak terasa buruk, jadi mungkin aku akan izinkan untuk menyapa di pagi hari.

Harusnya kamu berterima kasih atas kemurahan hatiku ini, kan, Otaku-kun?

“Aku akan bilang ke Omote-chan satu hal saja. Bahwa sepertinya kamu bukan orang yang berbahaya. Jadi, keputusan selanjutnya terserah kamu, Otaku-kun. Sampai jumpa.”

“Um! Bolehkah aku tahu siapa namamu?”

Namaku (Ura)! Wah, tertarik padaku? Itu di luar dugaan!

“Ah, uh… namaku Urakawa, kurasa. Tapi, kamu tidak perlu ingat namaku kalau tidak mau.”

Nama asliku adalah Omotegawa, jadi aku menggunakan nama Ura Kawa... Ternyata aku terlalu sederhana dalam memilihnya. Seharusnya aku lebih memikirkannya.

Itu karena aku melakukannya secara tergesa-gesa, jadi tidak bisa dihindari.

Setelah turun dari kereta, aku meregangkan tubuh sambil membayangkan sedikit tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Besok, sepertinya aku akan mencoba bangun lebih pagi.”


PoV

Tsuchiya Bunta


Ada kesamaan antara kehidupan nyata dan permainan galge.

(TLN : Permainan galge atau gal game adalah singkatan dari “gal game” yang berasal dari bahasa Jepang dan mengacu pada jenis permainan video yang berfokus pada cerita romantis dengan karakter perempuan, yang biasa dikenal sebagai “gal” (gadis).)

“Eh, bukannya kamu bilang bisa membedakan antara kenyataan dan fiksi? Apa kamu mulai pikun?” Mungkin terdengar seperti ejekan dari luar dunia ini, tapi izinkan aku untuk berbicara.

Apa kesamaan itu?

Bukan tentang seorang murid biasa yang entah kenapa disukai oleh wanita cantik atau gadis tercantik.

Adanya pilihan. Ya, titik-titik persimpangan dalam hidup yang terus muncul di hadapan kita.

Tentu saja, dalam kenyataan, pilihan tidak muncul seperti dalam game. Namun, apa yang terjadi dalam pikiran kita hampir sama.

Cukup nasihatnya. Kamu mau aku segera memberitahu pilihan-pilihan yang muncul di hadapanku, bukan?

Singkatnya, apakah aku akan ‘naik’ atau ‘tidak naik’ pada waktu dan kendaraan yang sama seperti sebelumnya.

Kemarin, aku tiba-tiba diajak bicara oleh seorang gadis cantik bernama Urakawa.

Jika hanya bagian ini yang dipotong, memang terdengar seperti salah satu adegan dalam galge, tapi kenyataannya adalah pertemuan yang bisa dibilang sebagai kontak dengan calon pelaku kejahatan.

Tidak, meskipun setelah mengatakannya sendiri, aku merasa terpuruk.

Ternyata, pandanganku sudah ketahuan, dan aku dikabarkan telah menjadi bahan konsultasi bagi Urakawa-san, yang merupakan teman dekat seorang gadis suci.

Hanya dengan mengingatnya saja, kenyataan itu sudah membuat hatiku terasa sakit.

Aku sangat sadar bahwa aku tidak boleh salah mengartikan harapan, dan berkat usaha keras untuk menjelaskan hal itu, aku berhasil memenangkan pembebasan, meskipun begitu...

Sekejap, pengumuman kedatangan kereta pun terdengar.

Jika aku naik kereta ini, aku bisa melihat sang gadis suci lagi. Lagipula, ini masih hari setelah kemarin.

Mungkin saja, penilaian sang gadis suci terhadapku telah meningkat dari “calon pelaku kejahatan yang sering mengintip” menjadi “seorang murid laki-laki SMA yang tidak berbahaya dan mewakili orang biasa.”

Tidak, titik awalnya terlalu negatif!

Apakah terlalu optimis jika akhirnya aku hanya menjadi “orang biasa”. Bukankah nilai deviasi peran sampingannya terlalu tinggi!?

Lupakan itu.

Kereta sekolah tiba. Pintu terbuka dengan suara udara yang keluar.

Itu adalah awal baru bagi diriku, Tsuchiya Bunta, sebagai seorang manusia. Sebuah pemandangan yang sejalan dengan permulaan tersebut.

Sekali melangkah, ada perasaan bahwa ini akan menjadi awal perjalanan yang baru.

Urakawa-san mengatakan, “Tergantung pada otaku-kun.” Dia benar-benar mengatakannya.

Jika aku bisa menerima kata-kata itu secara harfiah, yang aku butuhkan hanyalah keberanian untuk naik kereta.

Tanpa melibatkan cinta, mungkin aku bisa membangun hubungan seperti saling menyapa, berbincang-bincang, atau hubungan yang sekadar kenal.

Tidak, aku tahu aku tidak boleh berharap.

Namun, “naik kereta” mungkin juga menyertakan kemungkinan perkembangan seperti itu.

Ini benar-benar pilihan persimpangan. Sebagai protagonis, kehidupan yang penuh dengan tindakan aktif dimulai dari sini.

Itulah mengapa aku tersenyum cerah seperti yang belum pernah kulakukan sebelumnya, sambil menerima angin yang menyegarkan sebagai berkah──.

──Tanpa naik kereta, aku membalikkan badan dan pergi.

Di dalam kepalaku, Tanjiro berteriak, “Jangan lari, pengecut!! Jangan lari!!”, tapi aku tidak berniat untuk mendengarkannya.

Karena aku tidak ingin dibenci oleh sang gadis suci.

Meskipun aku merasa lega setelah mendengar bahwa aku tidak merasa cemas atau takut, sebenarnya aku hampir saja menimbulkan perasaan seperti itu.

Itu tentu saja bukan niatku.

Dengan kata lain, aku hanya tidak ingin menyakiti sang gadis suci, tapi juga memiliki ego untuk tidak ingin menyaksikan hal itu. Apalagi, aku tidak ingin menyadari bahwa aku adalah penyebabnya.

Ya, aku memang pengecut seperti yang digambarkan dalam gambar.

Apakah ini perpisahan terakhir... Selamat tinggal, sang gadis suci.

Meskipun enam bulan terasa panjang namun singkat, tentu saja aku hanya bisa mengucapkan terima kasih.

Terima kasih banyak atas segala hal hingga saat ini!


PoV

Omotegawa Yui


Pagi. Aku bangun dengan niat pergi sekolah sebagai gadis suci yang sempurna tanpa cela, namun aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku atas hasil yang tak terduga ini.

Eh...? Apa mungkin kondisi tubuhku memang lebih baik dari biasanya?

Saat bangun tadi, perasaan tidak nyaman akibat tekanan darah rendah itu tidak ada!?

Ada tiga hal yang sangat kubenci hingga ingin menyingkirkannya dari hidupku. Salah satunya adalah bangun tidur.

Memulai hari dengan perasaan lesu dan berat itu benar-benar tidak masuk akal, kan?

Padahal aku ingin menyambut pagi dengan segar, tapi tubuhku sama sekali tidak mau bekerja sama.

Menurutmu, bisa bersiap-siap dalam kondisi seperti itu? Jelas saja tidak mungkin.

Itulah sebabnya aku menyerahkan urusan bersiap-siap di pagi hari kepada pelayan.

Dari berpakaian, merias wajah, hingga menyiapkan sarapan—sekarang, tanpa perlu melakukan apa pun, tiba-tiba semua persiapan untuk pergi ke sekolah sudah selesai.

Benar-benar memalukan. Sangat mengecewakan. Padahal aku ingin sebisa mungkin melakukan semuanya sendiri.

Mungkin karena itu, ya? Ketika aku bangun dengan alarm setelah sepuluh tahun,

“Nona muda sudah bangun!?”

“Jangan katakan seolah-olah aku seperti Clara yang berdiri! Tentu saja aku bisa bangun sendiri.”

Reaksi pelayan yang merawatku itu sangat dramatis.

Yah, sejujurnya aku yang paling terkejut.

Mungkin karena bantuan si Otaku-kun, ya? Haha, hebat juga...!

Tentu saja bukan karena aku mulai menyadari dia sebagai lawan jenis atau hal-hal manis semacam itu.

Aku hanya menantikan reaksi si Otaku-kun karena turunnya sang gadis suci, saja.

Aku yang selama ini hanya menyerahkan diri kepada pelayan,

“Apakah ada lipstik yang baru?”

Untuk merapikan penampilan sampai merasa puas, aku menghabiskan waktu di depan cermin lebih dari tiga kali lipat dari biasanya.

Jika sudah bertemu di kereta, tentu saja aku ingin menunjukkan diriku yang sempurna, kan?

Aku sama sekali tidak merasa buruk jika si Otaku-kun yang melihatku seketika merasa terhibur.

Benar-benar hasil yang tak terduga, ya.

Aku bisa mengurangi penderitaan pagiku. Si Otaku-kun merasa terhibur. Benar-benar situasi win-win.

Oke, sempurna! Mungkin aku terlihat lebih seperti gadis suci dari biasanya!

Tunggu saja, Otaku-kun! Saksikanlah seluruh usahaku dengan penuh perhatian!

◆◆◆

Pernah ada masa di mana aku juga penuh semangat seperti itu.

Ha... haaah!? Tidak mungkin! Bukankah tidak masuk akal kalau dia tiba-tiba mengubah waktu dan gerbong kereta padahal selama ini dia terus bicara soal gadis suci!?

Yang menunggu di gerbong dan waktu yang sama seperti biasanya hanyalah hilangnya si Otaku-kun.

Sungguh kontras dengan pemandangan sebelumnya di mana dia yang selalu mencari-cariku; sekarang sang gadis suci sempurna justru mencari seorang murid SMA biasa... ini benar-benar seperti adegan komedi!

Huh, begitu. Jadi, kamu berani melakukan hal seperti ini ya, Otaku-kun. Dasar pengecut. Kalau begitu, aku juga punya rencana sendiri.

Kalau tidak salah, stasiun tempat dia biasanya turun adalah…


PoV

Tsuchiya Bunta


Sejak bertemu dengan Urakawa-san, aku menghilang keesokan harinya... Apa ya yang dia pikirkan tentangku?

Mungkin dia merasa lega? Sayang sekali… kurasa dia tidak akan berpikir begitu jauh.

Itu interpretasi yang terlalu menguntungkan untukku, ya.

Bagaimanapun, dengan mengubah waktu dan gerbong, ada satu hal yang menjadi jelas.

Ternyata, aku menerima lebih banyak energi dari sang gadis suci daripada yang ku kira.

Katanya, setelah tertidur di kelas, aku sampai berteriak “Gadis suci!” dalam tidurku dan membuat kelas menjadi ramai.

Di pelajaran olahraga, tubuhku seperti roti manis yang basah, tidak bisa bergerak dengan baik, dan di pekerjaan paruh waktu setelah sekolah, aku terus melakukan kesalahan. Kekhawatiran, keheranan, dan kemarahan pun datang bertubi-tubi.

Aku seharusnya sudah menyadari bahwa aku bukan orang yang luar biasa, tapi ternyata, hanya dengan tidak melihat gadis suci sekejap saja, aku bisa jatuh sampai sejauh ini...

“......Haa. Aku ingin bertemu dengan gadis suci.”

“Kalau begitu, kenapa tadi pagi kamu mengganti kereta?”

“Karena aku tidak mau dibenci... eh, siapa!?”

Saat aku bersandar ke jendela dengan tubuh setengah membungkuk, merasa sentimental, suara itu datang dari atas kepala.

Karena cara masuknya yang begitu alami, aku jadi tergelincir begitu saja, tapi rasanya hal serupa pernah terjadi sebelumnya, kan!?

Déjà vu!?

Aku cepat-cepat mengalihkan pandangan ke atas, dan di sana berdiri seorang gadis cantik yang kukenal. Itu Urakawa-san.

Namun, dia berbeda dari sebelumnya. Sekarang, dia membawa aura yang seolah-olah bisa terdengar suara “Gogogo...” dari belakangnya.

Meskipun begitu, ekspresi yang terpasang di wajahnya adalah sebuah senyuman.

K-kok! Tidak, mengapa kamu marah? Lagipula, kenapa kamu di sini?

Sebelum sempat bertanya, Urakawa-san sudah duduk di sampingku.

Kami duduk bersebelahan, dengan jarak yang hanya beberapa senti antara lengan kami. Ternyata, dia masih mengeluarkan aroma yang enak.

Aku juga seorang murid laki-laki SMA yang sehat, jadi meskipun tidak pada tempatnya, aku merasa senang dan malu.

“Apakah boleh duduk di sampingmu?”

“Tidak, kamu sudah duduk baru bertanya.”

Begitu duduk di sampingku, Urakawa-san langsung menyilangkan kakinya.

Meskipun pikiran rasionalku menyuruhku untuk tidak memandangnya seperti itu, mataku tertarik pada bagaimana pahanya terdistorsi saat muncul di balik roknya.

Seolah-olah terdengar montok, tapi tidak terlalu kental, dengan tingkat kekencangan yang pas.

Eh, aku sedang menjelaskan apa dengan begitu rinci!?

“Apa maksudmu?”

Dengan menyandarkan pipinya pada tangan, dia menanyakan dengan tatapan mata yang tajam.

Apa mungkin dia marah karena pandanganku teralihkan ke bawah!?

Tapi, kan, dia sudah tampak marah sejak kami bertemu lagi!?

“Omote-chan sedang merasa khawatir. Karena kamu tiba-tiba menghilang, dia berpikir, ‘Apa aku telah membuatnya merasa tidak nyaman?’”

“Benarkah!?”

Mendengar kenyataan yang mengejutkan itu, aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku.

Aku menyesal telah bertindak hanya dengan memikirkan diriku sendiri.

Terlambat, rasa senang karena ternyata gadis suci khawatir tentangku, dan kecemasan karena kesalahpahaman itu.

Aku berusaha untuk tidak menilai orang hanya dari penampilannya, tetapi jika gadis suci benar-benar seorang gadis baik hati seperti yang terlihat dari penampilannya...

Setelah diinterogasi oleh teman dekatnya, Urakawa-san, jika aku menghilang, wajar jika dia merasa diliputi perasaan yang rumit.

Menghilang dari depan sang gadis suci agar dia merasa lega adalah pemikiranku sendiri.

Membuatnya merasa bersalah adalah sesuatu yang tidak terbayangkan olehku.

Ini adalah kesalahan akibat tindakan yang terburu-buru.

“Sudah susah-susah aku anggap tidak berbahaya, tapi tiba-tiba menghilang keesokan harinya. Tidak bisa diterima. Dasar pengecut.”

“Ugh...!”

Serangan langsung dari gadis gal!

Dengan susah payah, aku berhasil menyisakan 1 HP dan menghindari kehilangan kesadaran, meskipun hampir sekarat. Namun, sebelum aku bisa mengatasi kesalahpahaman gadis suci, aku tidak akan menyerah meski harus mati!

“Apa alasanmu?”

“Aku mengira kalau aku menghilang, semuanya akan selesai. Aku benar-benar minta maaf.”

“Kalau hanya dengan meminta maaf sudah selesai, maka tidak perlu ada kekuatan negara, kan? Lagipula—“

“Pertama-tama?”

“Apakah kamu tidak merasa kalau kamu meminta maaf pada orang yang salah, Otaku-kun?”

Tatapan tajam Urakawa-san menembusku. Seolah-olah posisi jantungku terlihat dan seakan-akan digenggam.

Instingku memberitahuku. Saat ini, hak hidup dan matiku ada di tangan gadis cantik di depanku.

Setelah aku memahami apa yang ingin disampaikan Urakawa-san, punggungku basah kuyup oleh keringat.

──Kamu meminta maaf pada orang yang salah.

Apa yang dimaksud dengan kata-kata itu adalah, aku seharusnya meminta maaf langsung di hadapannya.

“Aku, yah, selama ini umurku sama dengan lamanya aku tidak punya pacar.”

“Tiba-tiba kamu lemparkan pengakuan sedih begitu saja. Lalu?”

“Bahkan berbicara dengan seorang gadis pun aku tidak bisa, jadi untuk berbicara dengan sang gadis suci, rasanya... seperti temboknya terlalu tinggi.”

“Hmm, begitu. Jadi, kalau sekarang kamu bisa berbicara denganku seperti ini, itu artinya kamu tidak menganggapku sebagai seorang gadis, ya. Wah, rasanya menyakitkan sekali.”

Seseorang tolong bunuh aku.

Jalan... tidak ada jalan! Aku benar-benar terjebak!

“Tentu saja, aku juga ingin meminta maaf secara langsung. Tapi begitu melihat sang gadis suci, aku pasti akan gugup, panik, dan mungkin tergagap. Kalau aku jadi terlihat seperti otaku sejati, menurutmu itu tidak masalah? Bukankah itu akan mencurigakan?”

Yang aku khawatirkan adalah aku tidak punya keyakinan untuk tetap tenang di hadapan gadis suci yang memiliki aura visual yang luar biasa, dan akhirnya berperilaku canggung serta mencurigakan.

Sebaliknya, aku justru khawatir akan membuatnya takut.

Urakawa-san menghela napas, “Ha...” kemudian berkata seolah-olah itu hal yang biasa.

“Apakah kamu mengira gadis seperti Omote-chan akan menilai seorang anak laki-laki yang mengumpulkan keberanian untuk meminta maaf seperti itu?”

Pertanyaan itu sangat kuat hingga membuat mataku terjaga, yang sebelumnya sedang berusaha keras mencari alasan untuk tidak melakukannya.

“Aku tidak berpikir begitu.”

“Kalau begitu, kenapa kamu tidak mencoba menjelaskannya?”

“─Ya. Itu benar. Setidaknya, aku ingin menjelaskan bahwa ini bukanlah sesuatu yang perlu kamu khawatirkan, dan aku ingin mengatasi kesalahpahaman ini.”

Berkat Urakawa-san, akhirnya tekadku semakin kuat. Dia membentuk senyum di bibirnya seperti huruf ω,

“Tunjukkan keberanianmu, dong. Kalau begitu, aku akan di sini.”

Saat Urakawa-san berkata seperti itu dan hendak bangkit dari kursinya, ada sesuatu yang harus aku katakan padanya.

“Anu!”

“Ya?”

“Terima kasih banyak untuk segalanya. Ternyata, meskipun penampilanmu begitu, Urakawa-san sebenarnya sangat baik, ya!”

“Hah? Baik? Aku? Kenapa jadi seperti itu, aku sama sekali tidak paham. Ah, jangan-jangan kamu sedang merayuku?”

“Ah, tidak, itu sama sekali bukan seperti itu, jadi tolong jangan salah paham.”

“Ah?”

“Bisakah kamu tidak salah paham...?”

“Itu bukan soal bagaimana kamu mengatakannya.”

“Bukan begitu, tapi kamu sangat perhatian pada sahabatmu, ya. Kamu mengawasi, menjelaskan keadaan, dan meskipun itu untuk sahabatmu, kamu juga secara tidak langsung membantu mengurusku. Aku tidak bisa mengatakannya dengan baik, tapi... Aku sangat berterima kasih.”

Jika dipikir-pikir.

Dia sengaja mencari dan menemukan aku di perjalanan pulang, kemudian datang untuk menyampaikan situasinya.

Pasti Urakawa-san tidak punya waktu luang.

Namun, dia tetap mendorongku seperti ini.

Jika ini bukan kebaikan hati, aku tidak tahu apa yang harus disebut.

Aku pikir Urakawa-san berbalik ke belakang seolah-olah bersembunyi, namun...

“Apa itu?”

Ternyata suaranya sangat pelan.

Apakah ini seperti itu? Mungkin dia sedang malu?

Meskipun sepertinya dia sudah terbiasa dipuji, ini adalah sisi yang sedikit mengejutkan.

Saat aku sedang berpikir begitu, Urakawa-san tiba-tiba berbalik dan mendekatkan wajahnya yang cantik dengan perlahan.

Eh, eh, apa!? Tidak, aku benar-benar tidak berniat mengucapkan terima kasih seperti itu!

M-M-M-Mungkin aku baru saja membuat sebuah flag──Aduh!

Seperti yang aku duga, aku yang tidak bisa menatap wajah gadis cantik yang mendekat, akhirnya menutup kelopak mataku.

Sebatang kejutan yang kuat di dahiku. Dengan cepat aku membuka mataku, dan di sana ada gadis dengan senyum yang tampaknya jahat di wajahnya.

Mengingat ada kuku yang keren tepat di depanku, sepertinya aku telah dipukul dengan jari telunjuk.

“Meski Otaku-kun, kamu sombong sekali. Apa mungkin kamu belum pernah melihat dirimu di cermin?”

“Kejam!”

Yah, karena aku sudah terbiasa mendengar hal serupa dari adik perempuanku, ada bagian dari diriku yang tidak terlalu terluka.

Ya. Aku tidak terlalu senang dengan ketahanan diri ini.

“Bukankah itu sesuatu yang harus kamu lakukan setelah meminta maaf pada Omote-chan?”

“Kamu benar sekali.”

“Ya... aku akan mendukungmu. Semangat ya, Otaku-kun.”

“Aku akan berusaha!”

“Baiklah.”

“Ya.”

Aku menyaksikan punggung belakang Urakawa-san saat dia turun dari kereta.

Kali ini, berbeda dari sebelumnya, ada harga diri Urakawa-san. Jika aku mundur lagi, itu berarti aku akan mencoreng wajahnya.

Itu... rasanya seperti sesuatu yang tidak boleh aku lakukan sebagai seorang pria.

Mungkin saja──.

Tidak ada gal yang baik kepada otaku, tapi mungkin ada gal yang secara tidak langsung baik kepada mereka.


Previous ChapterToC |Next Chapter

Komentar